Selasa, 03 Januari 2012

Sekilas Pembahasan: Model Pembelajaran

Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain, “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti: “globe” adalah model dari bumi tempat kita hidup. Istilah model  digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud dengan “Model Pembelajaran” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan pada guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar. Dengan demikian aktivitas belajar-mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang berkata secara sistematis.
Jadi suatu model mengajar ialah suatu rencana atau suatu pola pendekatan yang digunakan untuk mendesain pengajaran. Model mengajar mengandung strategi mengajar, yaitu pola urutan kegiatan instruksional yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Khusus mengenai Model Pembelajaran pada umumnya, Bruce Joyce Marsya Weil (1986) telah menyajikan model belajar-mengajar yang telah dikembangkan dan dites keberlakuannya oleh para pakar pendidikan. Hakikat mengajar “teaching” adalah “membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, dan sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar bagaimana belajar.
Dari hasil kajian terhadap berbagai model belajar-mengajar yang telah dikembangkan dan dites oleh para pakar kependidikkan di bidang itu, Joyce dan Weil (1986) mengelompokkan model-model tersebut  ke dalam empat kategori, yakni:
a.      Kelompok Model Pengolahan Informasi
Model-model pembelajaran pengolahan informasi menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) manusia untuk memahami dunia ini dengan cara menggali atau mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Beberapa model dalam kelompok ini memberikan kepada para pelajar sejumlah konsep, sebagian lagi menitikberatkan pada pembentukan konsep dan pengetesan hipotesis, dan sebagian lainnya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Beberapa model secara sengaja dirancang untuk memperkuat kemampuan intelektual umum. Secara umum, banyak dari model pengolahan informasi ini yang dapat diterapkan kepada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masyarakat. Oleh karena itu, kelompok model ini potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang berdimensi personal dan sosial di samping yang berdimensi intelektual.

Model Pembelajaran yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah sebagai berikut:
Model Pencapaian Konsep
model ini merupakan model yang sangat efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam berbagai bidang studi. Salah satu keunggulan dari model pencapaian konsep ini adalah dalam meningkatkan kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah dan lebuh efektif di masa depan. Dari hasil kajian terhadap model ini, diperoleh petunjuk yang meyakinkan secara akademis dan praktis, bahwa model ini dapat digunakan untuk sasaran belajar dari berbagai usia.
Model berpikir Induktif atau “Inductif Thinking”
Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai caa yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyingkap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antar dua hal. Model ini telah dimanfaatkan secara meluas dalam berbagai bidang studi pada kurikulum berbagai tingkatan pendidikan.
Model Latihan Penelitian “Inquiry Training”
Model ini pada mulanya digunakan dalam bidang ilmu-ilmu alam, lebih jauh diterapkan dalam bidang pengajaran ilmu sosial dan dalam program latihan yang berisikan materi yang berdimensi personal dan sosial.
Model Pemandu Awal dan “Advance Organizer”
Model ini dimulai dengan penyajian konsep yang digunakan sebagai pemandu untuk memahami konsep yang disajiakn lebih lanjut
Model memorisasi atau “Memorization”
Model ini dikembangkan oleh Pressley dan Levin (1981) dan diaplikasikan lebih lanjut oleh Lucas dan Lorayne (1974)
Model pengembangan intelektual atau “Developing Intelect”
Model ini dapat digunakan dalam berbagai bidang studi.
Model penelitian ilmiah  “Scientific Inquiry”
Model ini diterapkan dalam bidang ilmu alamiah dan ilmu social dan dapat digunakan dengan kombinasi model lainnya.

b.     Kelompok Model Personal “personal Model”
Model personal beranjak dari pandangan kemandirian atau selfhood dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan kita dapat memahami diri sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab untuk pendidikan kita, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup lebih baik. Kelompok Model Personal memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakan kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertaggung jawab atas tujuannya. Termasuk ke dalam kelompok ini, model-model belajar mengajar sebagai berikut:
Model Pembelajaran tanpa Arahan “Non Directive Teaching”
Model ini menitikberatkan pada prinsip persahabatan atau “partnership”antara murid dan guru.
Model sinektiks atau “Synectic Model”
Pada mulanya model ini dikembangkan untuk dipakai dalam kelompok kreatif atau creative group” dalam lingkungan industri dan sekolah menengah pertama. Model ini dirancang untuk membantu individu membuka pintu pemecahan masalah, dan kegiatan tulis menulis serta memperoleh pandangan baru dalam berbagai topic.
Model latihan kesacaran “Lawareness Training”
Model ini berisikan kegiatan lokakarya atau “workshop” yang dapat mendorong timbulnya refleksi hubungan antar individu, citra diri atau “selfimage”, eksperimentasi, dan penampilan, dan penampilan diri.
Model Pertemuan Kelas “classroom meeting”
Model ini memberikan metode langsung untuk mengelola suasana pengajaran atau “instruccional setting: dan untuk mengorganisasikan para pelajar agar dapat bertanggungjawab atas situasi kelas. Model ini memiliki karakteristik yang memberikan suasana belajar individu dan kelompo, dan pencapaian keterampilan social. Di samping itu, model ini dapat juga digunakan untuk mencapai tujuan yang bersifat akademis.

c. Kelompok Model sosial “Social Models”
Kelompok model sosial ini dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerja sama. Model ini telah banyak diteliti dalam rangka pengetesan keberlakuannya. Kelompok model ini meliputi sejumlah model, yang secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:
     Model Investigasi Kelompok “Group Investigation”
Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengekplorasikan berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
    Model bermain peran “Role Playing”
Dalam model ini para siswa dibimbing untuk memecahkanm berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain, dan mengamati perilaku sosial. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat digunakan untuk berbagai bidang studi peserta didik dari berbagai usia.
Model Penelitian Yurisprudensi “Jurisprudential Inquiry”
Model ini menerapkan metode studi kasus dalam proses peradilan dan menerapkannya dalam suasana belajar di sekolah.
Model Latihan Laboratories “Laboratory Training”
Selama dan setelah Perang Dunia II telah banyak petunjuk bahwa keberhasilan individu dan kelompok dalam berbagai bidang, tergantung pada tingkat pengertian sosial, keterampilan, dan kemampuan setiap orang untuk menciptakan suasana di mana perbedaan individu dapat dihargai dan tugas-tugas bersama dapat di koordinasikan. The National Training Laboratory di USA sengaja dikembangkan atas dasar sejumlah model latihan yang sesuai (Benne, Gib, dan Brandford: 1964). Dewasa ini, suasana kerja dan aktivitas dirancang untuk membantu kelompok dalam menganalisis proses social, kesesuaian pekerjaan degan keterampilan, pembangunan keutuhan kerja. Dalam organisasi besar dimana berbagai model dikembangkan untuk mencapai tingkat keberhasilan yang lebih besar. Model latihan Laboratoris, digunakan untuk suasana belajar orang dewasa. Tetapi, dengan berbagai modifikasi dapat digunakan untuk suasana belajar peserta dsidik yang lebih muda.
Model Penelitian Sosial “Social Science Inquiry”
Dasar dari model ini adalah proses kesepakatan social atau “Social Negotiation”. Model ini menuntut para pelajar untuk menguji dirinya sendiri, perilaku kelompok, dan proses social yang lebih besar.
Model Latihan Asertif “Assertive Training”
Salah satu cirri umum dari model ini ialah penguraian tugas-tugas belajar menjadi bagian-bagian kecil dengan perilaku yang berurutan. Dalam model ini, baik guru maupun murid berusaha mengendalikan lingkungan belajar, dengan titik berat pada peranan kontrol guru.

d. Kelompok Model Sistem Perilaku “Behavioral System”
Dasar teoritik umum dari model teori ini adalah teoro teori pembelajaran sosial. Model ini juga dikenal sebagai model modifikasi perilaku dari dasar pemikiran yakni sistem komunikasi yang mengoreksi diri sendiri atau self-corerecting communication system, yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan bagaiman tugas tugas dijalankan.
Dengan berdasarkan kepada konsep, bagaiman seseorang memberikan respon terhadap tugas tugas dan umpan balik, para ahli psikologi telah mempelajari bagaiman mengorganisasikan struktur tugas dan umpan balik agar dapat memberikan kemudahan terhadap hilangnya rasa takut pada diri seseorang, bagaiman belajar membaca ,menghitung ,mengembangkan kemampuan ketrampilan  intelektual social fisik yang perlu bagi seseorang pilot atau astronot. Oleh karena itu model ini memberikan perhatiaannya kepad perilaku yang terobservasi atau over behaviour dan metode dan tugas yang diberikan dalam rangka mengkomunikasikan keberhasilan.
Penerapan yang paling umum dari apa sistem perilaku untuk mencapai tujuan akademis mengambil bentuk tuntas atau mastery learning {bloom:1971}. Model ini memiliki ciri-ciri yang serupa dengan model pengajaran berprogram, adapun pengajaran berbingkai yang dikembangkan oleh Skinner, sebagai berikut:
1.    bahan bahan yang akan dipelajari dibagi menjadi beebrapa unit, mulai dari yang paling sederhana menuju hal yang paling kompleks.
2.    bahan bahan yang disajikan kepada para pelajar diorganisasikan secara perseorangan engan menggunakan berbagai media
3.    para pelajar melakukan proses belajar secara bertahap menurut kecepatan belajarnya masing masing dengan melalui unit unit pelajaran itu. Setelah itu diberikan tes untuk menguji keberhasilan mengajarnya
4.    jika seseorang ternyata belum dapat menguasai ilmu itu maka ia dapat mengulangnya sampai ia dapat menguasai tujuan unit itu dengan baik.

e. Model Belajar Kontrol Diri  atau “Learing  Self Control”
Model ini diciptakan oleh para guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang produktif dan menghindarkan mereka dari keengganan untuk melibatkan diri dalam kesempatan belajar yang tersedia secara umum. Secara praktis model ini dapat digunakan dengan kombinasi model yang lain untuk mengajar bagaimana cara menghadapi tugas-tugas akademis dan sosial secara positif. Ada dua pendekatan yang dikembangkan atara dasar pemikiran teori sibernetika mengenai perilaku kelompok, yaitu:
1.      Model teori praktik “theory to practice”
2.      Model simulasi
Dalam perkembangan sistem belajar mengajar , selalu ada perubahan yang akan dialami seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat. Dan kebutuhan akan informasi pendidikan pun semakin jauh lebih kompleks.untuk itu kita dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dalam hal ini perangat belajar secara sederhana pembelajaran dapat kita artikan sebagai segala upaya penataan lingkungan belajar yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan atau tanpa kehadiran guru penataan mengandung pengertian dan memanfaatkan lingkungan belajar dapat berupa sarana atau media belajar, dan suasana iklim kelas. Proses belajar mencakup aktivitas peserta didik dalam mencari dan menerima dan mengolah informasi melibatkan diri dalam interaksi antara guru dan murid, bersikap dan berbuat, dan mengatur dan memantapkan perilaku
Dalam rangka penataan lingkungan tersebut guru dalam menyajikan sesuatu {lisan, tulisan, rekaman}, itu merupakan syarat terjadinya proses kognitif dalam diri pelajar. Kapan dan di manapun serta bagi siapa pun proses stimulasi di perlukan dalam penyajian sesuatu guru harus melihat potensi bagi terjadinya proses belajar yang baik dalam mempresentasikan materi dalam situasi ini guru berperan sebagai presenter yang membawa siswa agar aktif dalam menyimak
Penyajian itu dapat berupa penyampaian fakta, konsep, perinsip menjelaskan prosedur materi di sajikan, dan eksplorasi hal-hal yang berkaitan dengan materi yang di sajikan dalam menyajikan terlibat perilaku verbal dan fisik seperti yang di kutip oleh Gagne dan Berlinier penggunaan perilaku itu memberikan pengaruh yang baik bagi proses penyajian materi bagi peserta didik. Hal yang  seharusnya dimiliki guru dalam mempresentasikan dalalm menyajikan materi dapat merangsang dan menantang maka untuk itu, guru harus memiliki tiga keterampilan yakni: orientasi, transisi, dan evaluasi.
Kegiatan transisi memiliki beberapa ciri-ciri:
1. digunakan terutama untuk mengatur peralihan dari hal-hal yang telah di ketahui dan yang belum di ketahui.
  2.  menggunakan contoh dalam menyajikan materi.
       Sedangkan kegiatan evaluasi memiliki ciri-ciri:
  1. digunakan untuk menilai hal-hal yang telah di pahami siswa
  2. berorientasi pada kegiatan belajar.

Awal penyajian yang baik erat kaitannya dengan proses yang dapat merangsang terjadinya proses asimilasi dan ekuilibrasi serta akomodasi dalam proses kognitif {Piaget} atau dengan perkataan lain awal penyajian yang baik merupakan pembuka terjadinya proses pengolahan informasi oleh siswa sehingga keadaan dan situasi belajar dapat berjalan dengan baik dan materi terkuasai dengan baik
Dalam rangka tersebut para psikologi belajar menegaskan perlunya variasi stimulus atau rangsangan karena siswa yang di hadapi sangatlah berbeda baik dari latar belakang, status sosial dan cara menangakap informasi yang di berikan guru di depan kelas untuk iu maka setiap guru seharusnya menguasai dan menerapkan sejauh mungkin teknik variasi stimulus sebagai berikut:
1. Variasi gerak yang interaktif
2. Pemusatan
3. Tempo
4. Ahli perhatian
Suatu penyajian yang diawali dengan baik juga perlu di akhiri dengan baik pula. Akhir dari suatu penyajian menunjuk pada tindakan atau pernyataan guru yang di rancang untuk menuju kesimpulan yang tepat dengan demikian terbentuk skemata {piaget} yang tertata rapi.
Penutupan sajian dapat terbentuk:
1. Review berupa ulasan, butir-butir pokok atau berupa ringkasan.
2. Transfer berupa minat perluasan yang telah di pelajari.
3. Penutupan sajian dengan kontekstual.
      
Proses berfikir melibatkan proses menyesuaikan skemata dengan objek, menggunakan skemata untuk memberi respon dan memecahkan masalah dan membangaun dan menyusun skemata yang baru. Mencakup pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaaluasi. Pengetahuan berkenaan dengan pengenalan cara pengulangan informasi pemahaman, berkenaan dengan pengertian tentang sesuatu, penerapan berkenaan dengan penggunaan konsep, analisis berkenaan dengan memecahkan materi dan memahaminya, sintesis berkenaan dengan pembentukan atau penyimpulan beberapa hal dan evaluasi berkenaan dengan penggunaan kriteria dalam mengaji suatu materi yang di berikan keenam kategori tersebut disebut juga proses intelektual karena itu. Di dalam proses pembelajaran guru dianjurkan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi pertanyaan jenis ini dapat merangsang proses berfikir siswa dengan baik kerakteristik potensial yang mencakup daya rangsang setiap pertanyaan taraf tinggi dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. Pertanyaan pemahaman
Menuntut peserta didik mendemonstrasikan bahwa ia mempunyai pengertian yang memadai untuk mengorganisasikan dan menyusun secara mental apa-apa yang telah di sampaikan oleh guru di muka kelas. Siswa harus mampu menangkap suatu makna tersebut dengan menggunakan kata-kata sendiri kata kerja yang bisa digunakan dalam pertanyaan pemahaman antara lain:
a. Menguraikan
b. Membandingkan
c. Membedakan
d. Mengungkapkan
2. Pertanyaan penerapan
Menuntut peserta didik untuk menerapkan informasi yang telah di pelajari dalam menemukan jawaban terhadap suatu masalah. Kara kerja yang dapat digunakan oleh guru dalam pertanyaan ini:
a. Menerapkan
b. Menglasifikasikan
c. Menggunakan
d. Memilih
e. Menempatkan
f. Menulis contoh
g. Memecahkan
h. Menghitung
3. Pertanyaan analisis
Menuntut peserta didik untuk berpikir secara kritis dan mendalam. Dalam pertanyaan analisis mencakup tiga proses kognitif:
a.  Menunjukkan motif, alasan, dan penyebab dari suatu keadaan tertentu.
b. Mempertimbangkan dan menguraikan informasi yang ada untuk mencapai suatu kesimpulan.
c. Menganalisis suatu kesimpulan inferensi atau generalisasi dalam rangka menemukan bukti-bukti yang mendukung.
4. Pertanyaan sintesis
Menuntut peserta didik untuk berkomunikasi secara orisinil dengan membuat prediksi terhadap pemecahan suatu masalah. Kata kerja yang dapat digunakan dalam pertanyaan sintesis
a. Memrediksi
b. Memproduksi
c. Menulis
d. Merancang
e. Mengembangkan
f. Mensintesiskan
g. Mengonstuksikan

5. Pertanyaan evaluasi
Menuntut jawaban yang bervariasi dengan ciri pokok di mana siswa menilai suatu ide pemecahan masalah, atau karya seni. Bisa juga menawarkan pendapat suatu isu. Kata kerja yang dapat digunakan antara lain:
a. Menilai
b. Berargumentasi
c. Menetapkan
d. Mengkaji
e. Memberi pendapat

Kelima model pertanyaan tingkat tinggi di atas, dapat digunakan tanpa apa, mengapa, dan bagaimana dalam kontek yang sesuai dengan ciri proses berfikir pada masing-masing tingkat kognitifnya, Sehingga tercipta suatu interaksi sosial di kelas secara harafiah interaksi sosial dapat di artikan sebagai hubungan timbal balik antara individu dalam suatu kebersamaan.proses sosial ini di perkuat oleh kemampuan manusia untuk berbahasa yakni menciptakan dan menggunakan simbol-simbol dalam mengatakan perasaan dan dalam ,memahami dan menerima pikran dan perasan orang lain, bahasa tersebut bisa dalam bentuk bahasa verbal maupun non perbal bahasa verbal bisa berupa tulisan maupun lisan dalam bahasa inilah manusia dapat berkomunikasi sehingga dapat mengembangkan pikirannya danperasan serta tindakannya proses pembelajaran sangatlah tidak terpisah dari proses tersebut sehingga dapat terciptanya suasana timbal balik antara guru dengan murid dalam proses belajar lengkungan kelas atau sekolah juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan masyarakat karena itu guru dan peserta didik merupakan bagian yang utuh dari proses interaksi sosial di kelas.
       Kemampuan itu yang di lakukan guru di kelas untuk mengondisikan keadaan kelas adalah sebagai berikut:
a. Perhatian terhadap perilaku dilakukan melalui
Kontak pandang guru terhadap murid
Isyarat tubuh yang dilakukan oleh guru
Bahasa lisan singkat
b. Pendengaran aktif
Dikteksi pesan
Pemahaman pesan
c. Repleksi dilakukan dalam bentuk
Pemberian balikan
Verbal dan non verbal
 d. Inventori dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan cara pikiran atau perasaan dan pengalamn.
e. Eksplorasi perilaku alternatif dilakukan dengan cara membangkitkan pelihan perilaku, memperaktikkan perilaku menerima balikan dari yang lain memperkirakan konsekuensi dan memilih pola perilaku.
Pendekatan tersebut di atas dapat di gunakan oleh guru dalam membina proses interaksi sosial dalam rangka proses pembelajaran secara metodologis itu dapat dipraktikkan dalam straregi kita dalam belajar mengajar.

Pemilihan model Pembelajaran yang efektif
Model pembelajaran digunakan untuk menunjukkan sosok utuh konseptual dari aktifitas belajar mengajar yang secara keilmuan dapat diterima dan secara operasional dapat dilakukan, karena itu dalam model selalu terdapat tujuan dan asumsi, sintak, system social, system pendukung, dan dampak intruksional dan pengiring. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model belajar mengajar merupakan inti atau jantungnya dari strategi mengajar
Walaupun secara teoritik tersedia cukup banyak model belajar mengajar yang dapat dipakai oleh guru di dalam pelaksanaan pengajaran. Guru seyogyanya memilih model mana yang dianggap paling efektif, caranya adalah:
1.      ekspektasi guru tentang kemampuan pelajar yang akan dikembangkan
2.      keterampilan pengelolaan kelas
3.      jumlah waktu yang digunakan oleh para pelajar untuk melakukan tugas-tugas belajar yang bersifat akademis
4.      kemampuan guru dalam mengambil keputusan pengajaran
5.      variasi metode mengajar yang dipakai oleh guru

Oleh: Indra Rakhman, S.Pd.

Referensi:
Dep. P dan K. (1979). Pengantar ke Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Perguruan Tinggi
Sagala, syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Penerbit Alfabeta
Roestiyah. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Subiyanto. (1998). Pendidikan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sadiman, Arif, Rahardjo, Anung Haryono, Rahardjito. (2001). Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Persada Grafindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda, terima kasih...