Pada awalnya teori mengenai multiple intelligences ini hanya menjadi konsumsi para psikolog, namun pada saat ini teori ini telah berkembang menjadi alat yang digunakan banyak kalangan. Termasuk dalam hal ini mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Para pendidik (guru) mencoba menerapkan teori ini menjadi salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan langsung pada proses pembelajaran. Jasmine (2007: 11-12) mengungkapkan pandangannya tentang teori multiple intelligences bahwa:
Teori multiple intelligences adalah validasi tertinggi gagasan bahwa perbedaan individu adalah penting. Pemakaiannya dalam pendidikan sangat bergantung pada pengenalan, pengakuan, dan penghargaan terhadap setiap atau berbagai cara siswa (pelajaran) belajar, disamping pengenalan, pengakuan, dan penghargaan terhadap setiap minat dan bakat masing-masing pembelajar. Teori multiple intelligencesbukan hanya mengakui perbedaan individual ini untuk tujuan-tujuan praktis, seperti pengajaran dan penilaian, tetapi juga menganggap serta menerimanya sebagai sesuatu yang normal, wajar, bahkan menarik dan sangat berharga.
Patut disayangkan bahwa teori multiple intelligences yang di kembangkan oleh Gardner ini baru diterapkan kalangan pendidik pada saat ini. Penyebab utamanya adalah karena pengaruh doktrin dari pembelajaran tradisional, dimana tidak sedikit tenaga pendidik di lapangan yang diajari untuk berfokus pada kurikulum ketika membuat rencana pelajaran dan pelaksanaan mengajar, serta mesti berkonsentrasi untuk membantu siswa mengikuti kurikulum. Metode ceramah menjadi senjata utama mereka para tenaga pendidik dalam melakukan pembelajaran, dimana siswa di anggap sebagai gelas kosong yang harus diisi dengan air agar menjadi penuh. Siswa cukup diminta menulis untuk menunjukkan pemahaman dan pengetahuan yang telah dicapai padahal hal tersebut merupakan sesuatu yang membosankan bagi siswa dalam belajar.
Teori multiple intelligences yang menganggap “semua anak memiliki kelebihan” adalah sebuah model yang mengutamakan siswa dan kurikulum sering dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik, potensi, minat dan bakat siswa. Sedangkan guru yang menerapkan model multiple intelligences dalam pembelajaran bisa mendorong siswa menggunakan kelebihan dan potensi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari (Hoerr, 2007: 14-16).
Gardner (Campbell dkk. 2005: 2-3), mengemukakan bahwa beberapa komponen kecerdasan yang dimiliki setiap individu, diantaranya yaitu:
1. Linguistic Intelligence (kecerdasan linguistik) adalah kemampuan untuk berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dan menghargai makna yang kompleks.
2. Logical-mathematical intelligence (kecerdasan logika-matematika merupakan kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis, serta menyelesaikan operasi-operasi matematis.
3. Spatial intelligence (kecerdasan spasial) membangkitkan kapasitas untuk berpikir dalam tiga cara dimensi. Kecerdasan ini memungkinkan seseorang untuk merasakan bayangan eksternal dan internal, melukiskan kembali, merubah, atau memodifikasi bayangan, mengemudikan diri sendiri dan objek melalui ruangan, dan menghasilkan atau menguraikan informasi grafik.
4. Bodily-kinesthetic intelligence (kecerdasan kinestetik-tubuh) memungkinkan seseorang untuk menggerakkan objek dan keterampilan-keterampilan fisik yang halus.
5. Musical intelligence (kecerdasan musik) jelas kelihatan pada seseorang yang memiliki sensivitas pada pola titinada, melodi, ritme dan nada.
6. Interpersonal intelligence (kecerdasan interpersonal) merupakan kemampuan untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif.
7. Intrapersonal intelligence (kecerdasan intrapersonal) merupakan kemampuan untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan menggunakan pengetahuan semacam itu dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan seseorang.
Berdasarkan alur pemikiran Gardner di atas, dapat memberikan gambaran bahwa seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan model multiple intelligences ini harus mampu menghargai berbagai keunikan yang dimiliki setiap siswa. Ketika proses pembelajaran berlangsung, siswa diberi kesempatan untuk berbicara dalam menggunakan kecerdasan linguistik, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir logis dan menggunakan angka dalam rangka mengembangkan kecerdasan logis-matematis, memberikan kesempatan siswa mendapat informasi dari gambar dalam mengembangkan kecerdasan visual, memberikan kesempatan siswa mengarang lagu dan menggunakan musik dalam menerima informasi untuk mengembangkan kecerdasan musikal, memberi kesempatan siswa berakting dan pengalaman fisik lainnya dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik tubuh mereka, mengadakan refleksi diri dan pengalaman sosial dalam rangka mengembangkan kecerdasan intrapersonal dan interpersonal siswa. Serta dengan mengadakan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat mengembangkan ragam kecerdasan yang dimiliki siswa, pada saat pembelajaran berlangsung.
Menerapkan model multiple intelligences dalam pembelajaran suatu materi tidak perlu melibatkan ketujuh komponen kecerdasan secara bersamaan. Akan tetapi, perlu adanya pemilihan kecerdasan yang sesuai dengan konteks pembelajaran itu sendiri. Selain itu, di dalam menerapkan model multiple intelligences ini, guru harus mengetahui perkembangan siswa dan mengamati keunikan setiap siswa, sehingga pembelajaran bisa sesuai dengan kebutuhan dan kekhususan tiap pribadi siswa.
Model multiple intelligences ini, mampu menjembatani proses pembelajaran yang membosankan menjadi suatu pengalaman belajar yang menyenangkan dan siswa tidak hanya dijejali materi dan teori-teori semata. Akan tetapi, dengan model multiple intelligences siswa dihadapkan pada kenyataan bahwa materi dan teori-teori yang mereka terima memang dapat mereka temui di dalam kehidupan keseharian mereka, sehingga memberikan kesan yang mendalam dalam kehidupan mereka. Adapun keunggulan dan manfaat penerapan model multiple intelligences dalam proses pembelajaran di sekolah, seperti penjelasan yang disampaikan oleh Susanto (2005: 74) sebagai berikut:
1. Guru dapat menggunakan kerangka multiple intelligences dalam melaksanakan proses pengajaran secara luas. Aktivitas yang bisa dilakukan seperti menggambar, menciptakan lagu, mendengarkan musik, melihat suatu pertunjukkan dapat menjadi ‘pintu masuk’ yang vital terhadap proses belajar. Bahkan siswa yang penampilannya kurang baik pada saat proses belajar menggunakan pola tradisional (menekankan bahasa dan logika), jika aktivitas ini dilakukan akan memunculkan semangat mereka untuk belajar.
2. Dengan menggunakan model multiple intelligences, gurumenyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan talentanya.
3. Peran serta orang tua dan masyarakat akan semakin meningkat di dalam mendukung proses belajar mengajar. Hal ini bisa terjadi karena setiap aktivitas siswa di dalam proses belajar akan melibatkan anggota masyarakat.
4. Siswa akan mampu menunjukkan dan ‘berbagi’ tentang kelebihan yang dimilikinya. Membangun kelebihan yang dimiliki akan memberikan suatu motivasi untuk menjadikan siswa sebagai seorang ‘spesialis’.
5. Pada saat guru ‘mengajar untuk memahami’, siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kemampuan untuk mencari solusi dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, mengenai manfaat penerapan model multiple intelligences yang dikemukakan oleh Susanto, maka sangat baik sekali ketika model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Hal ini dikarenakan manfaat yang sangat baik dari penerapan model multiple intelligences ini, dari mulai membangkitkan motivasi belajar, menyediakan siswa untuk belajar sesuai dengan minat, bakat dan talentanya, meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang yang mereka sukai, sampai pada memberikan pengaruh positif dalam suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membatasi siswa.
Dalam penerapan model multiple intelligences secara praktis di sekolah, Mikarsa dkk. (2007: 7.29 - 7.30) menjelaskan, bahwa terdapat tujuh tahapan pembelajaran yang harus ditempuh untuk mengembangkan kurikulum pembelajaran dengan menggunakan model multiple intelligences. Ketujuh tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fokuskan topik atau tujuan khusus; tetapkan apakah tujuan berskala besar (untuk jangka panjang) atau bertujuan khusus (mendorong rencana pendidikan siswa secara individual). Tujuan harus dinyatakan secara jelas dan singkat.
2. Munculkan pertanyaan multiple intelligences, misalnya “bagaimana menggunakan lisan atau kata”, “bagamana cara menggunakan alat visual, warna, metafora”, “bagaimana saya terlibat secara fisik dan berbagai pengalaman”, “bagaimana saya melibatkan siswa dengan rekan sebaya”.
3. Pertimbangkan segala kemungkinan, pikirkanlah metode dan materi yang tepat bahkan juga yang tidak tepat.
4. Curah pendapat; kemukakan segala gagasan yang ada dalam pikiran dan usahakan satu ide untuk satu kecerdasan kemudian konsultasikan dengan kolega untuk membantu menstimulasi pikiran.
5. Pilihlah aktivitas yang cocok, setelah semua gagasan lengkap maka tentukan pendekatan yang benar-benar operasional dalam adegan pendidikan.
6. Kembangkan urutan tindakan, dengan menggunakan pendekatan yang telah dipilih rancanglah rencana pelajaran dan tetapkan alokasi waktu untuk setiap hari pelajaran.
7. Implementasikan rencana, kumpulkan materi yang dibutuhkan, pilihlah waktu yang tepat, kemudian laksanakan rencana belajar. Modifikasi dapat dilakukan selama proses implementasi strategi.
Berdasarkan penjelasan Mikarsa dkk. mengenai tahapan pengembangan kurikulum dengan menggunakan model multiple intelligences tersebut, maka dapat digarisbawahi bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan model multiple intelligences ini harus mencakup dari langkah-langkah di atas, baik itu memunculkan pertanyaan multiple intelligences, mengadakan curah pendapat, maupun mengembangkan aktivitas belajar. Langkah-langkah ini diimplementasikan pada proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas.
Selain pendapat dari Mikarsa dkk. maka Richards dan Rodgers (2001: 118) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan model multiple intelligences pada proses pembelajaran. Tahapan yang dimaksud yaitu sebagai berikut:
1. Stage 1: Awaken the Intelligence. Through multisensory experiences -touching, smelling, tasting, seeing, and so on- learners can be sensitized to the many-faceted properties of objects and events in the world that surrounds them.
2. Stage 2: Amplify the Intelligence. Students strengthen and improve the intelligence by volunteering objects and events of their own choosing and defining with others, the properties and contexts of experience of these objects and events.
3. Stage 3: Teach with/for the Intelligence. At this stage the intelligence is linked to the focus of the class, that is, to some aspect of language learning. This is done via worksheets and small-group projects and discussion.
4. Stage 4: Transfer of the Intelligence. Students reflect on the learning experiences of the previous three stages and relate these to issues and challenges in the out of class world.
Berdasarkan penjelasan Richards dan Rodgers di atas, mengenai tahapan model multiple intelligences, dapat dipahami bahwa pembelajaran dengan menggunakan model ini terdiri dari empat tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap membangkitkan intelligence. Tahap ini merupakan suatu proses pengalaman belajar melalui pengalaman multiindrawi yaitu dengan menyentuh, mencium, mencicipi, melihat, dan juga siswa dapat peka untuk memahami banyak segi sifat benda dan kegiatan di dunia yang mengelilingi mereka.
2. Tahap memperkuat intelligence, yaitu tahap dimana siswa memperkuat dan meningkatkan kecerdasan secara sukarela mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang mereka pilih sendiri dan mendefinisikan dengan orang lain, sifat dan konteks pengalaman benda-benda dan peristiwa-peristiwa.
3. Tahap mengajar dengan/untuk intelligence. Pada tahap ini terhubung tingkatan kecerdasan itu untuk fokus terhadap kelas. Ini dilakukan melalui lembar kerja dan proyek-proyek kelompok kecil dan diskusi dalam aktivitas belajar siswa.
4. Tahap transfer dari intelligence siswa. Tahap ini bercermin pada pengalaman belajar tiga tahap sebelumnya dan berkaitan dengan isu-isu ini dan tantangan di luar kelas atau dunia nyata.
Berdasarkan pemaparan Mikarsa dkk. serta Richards dan Rodgers, mengenai tahapan model multiple intelligences, bahwa pembelajaran dengan menggunakan model ini dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan mengkombinasikan tahapan-tahapan dari kedua ahli tersebut. Tahapan yang dikembangkan oleh Mikarsa dkk. sudah terangkum kedalam tahapan multiple intelligences yang dikemukakan Richards dan Rodgers tersebut yaitu tahap membangkitkan intelligence, memperkuat intellingence, mengajar dengan/untuk intelligence, dan tahap transfer dari intelligence siswa.
Model multiple intelligences ini lebih menekankan pada proses pengembangan kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa, seperti yang dipaparkan oleh Gardner. Model ini sangatlah cocok ketika diterapkan kedalam pembelajaran bahasa Indonesia seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Dengan begitu model multiple intelligences ini berfungsi sebagai salah satu cara untuk mengembangkan ragam kecerdasan yang dimiliki setiap siswa.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, maka guru dituntut untuk dapat menciptakan suatu proses pembelajaran yang memunculkan rasa senang untuk membangkitkan semagat beajarnya serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeluarkan pendapatnya. Oleh karena itu, seharusnya guru dapat memilih dan mengaplikasikan model, strategi pembelajaran, pendekatan, metode, media, dan bahan ajar yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu menghadirkan pembelajaran bermakna yang bisa meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa disekolahnya.
Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka penulis menjadi yakin bahwa model multiple intelligences ini bisa hadir sebagai alternatif bagi peningkatan belajar siswa secara umum yang di dalamnya juga termasuk pembelajaran Bahasa Indonesia yang meliputi empat keterampilan berbahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Lebih dikhususkan lagi pada permasalahan yang akan diteliti oleh penulis mengenai membaca pemahaman. Hal ini menjadi menarik karena membaca merupakan hal yang sangat kompleks, sehingga dalam membaca diperlukan cara berfikir yang teratur dan baik, serta perlu memperhatikan kaidah multi intelligence (ragam kecerdasan) dengan memngaktifkan semua proses mental yang lebih tinggi, seperti ingatan, pemikiran, daya khayal, pengaturan, penerapan, dan pemecahan masalah.
Oleh: Indra Rakhman, S.Pd.
[Rakhman, Indra (2010) Model Multiple Intelligences dalam Pembelajaran membaca Pemahaman di Kelas V Sekolah Dasar: Bandung. SKRIPSI Tidak Diterbitkan]
[Rakhman, Indra (2010) Model Multiple Intelligences dalam Pembelajaran membaca Pemahaman di Kelas V Sekolah Dasar: Bandung. SKRIPSI Tidak Diterbitkan]
baca buku "Teori Belajar dan Pembelajaran" dari Dra.Eveline Siregar dan Hartini Nara.
BalasHapusHoward Gardner menytakan sekurang-kurangnya ada 9 kecerdasan yang patut diperhitungkan secara sungguh-sungguh.
7 di atas diantaranya, yang 2 lagi yitu kecerdasan naturalis dan kecerdasan eksistensialis.
kecerdasan naturalis yaitu kemampuan dn kepekaan terhadap alam sekitar.
kecerdsan eksistensialis yaitu kecerdasan yang cenderng memandang masalah-msalah dari sudut pandang yang sangat luas dan menyeluruh.
Pradina Irawan,Gina (2012) Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara siswa yang mendapatkan pendekatan Multiple Intelligences dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Garut. Baru mau nyusun skripsi.
Assalamualaikum
BalasHapussaya ingin bertanya, ada referensi buku yang membahas tentang model multiple intelegency?? tolong di share informasinya..
terima kasih... :)
ada buku jdulnya "Approaches and Methods in Language Teaching" second edition
BalasHapusJack C. Richards - Theodore S. Rodgers
Cambridge University Press
lengkap tuh bukuu :)
kecerdasan berbahasa itu bisa diukur ga? terus Howard gardner ada alat tes untuk mengukur kecerdasan berbahasa itu ga? karena dosen pembimbing materi dan teknik sy sedang mempermasalahkan tentang alat ukur tersebut.
BalasHapusPa indra apa kabar ? masih ngajar di garut>
BalasHapus